Filsafat idealisme
secara umum disebut sebagai filsafat abad 19. namun sebenarnya konsep-konsep
idealisme sudah ada sejak abad 4 masehi, yaitu dalam ajaran Plato, Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Pada abad 19 pandangan ini
kembali mendapat tempat dalam percaturan pemikiran. Salah satu tokoh yang
sangat berpengaruh adalah Hegel. Hegel mengatakan bahwa realitas yang
sesungguhnya adalah Jiwa. Jiwa itulah inti dari keberadaan dunia ini. Jiwa
mengambil bentuk objektif tertentu sehingga dapat di inderai dengan perantaraan
dialektika. Sejarah, alam, pikiran manusia ini adalah refleksi dari Jiwa. Ini
berarti Hegel berada pada posisi Idealisme Subjektif/absolut. Disamping
idealisme absolut terdapat idealisme objektif. Idealisme objektif menganggap
bahwa realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada
dalam pikiran manusia. Pikiran manusia menjadi penentu sebuah kebenaran. Segala
sesuatu yang dapat di dinderai ini pada dasarnya hanyalah persepsi atau sensasi
fisik saja, karena indera tidak mampu secara lengkap mampu memahami seluruh
realitas.
Plato
yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan
yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya
berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof,
perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling
atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan
serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan,
serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Inti
yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda
atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme
berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang
baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk
menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga
hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya
hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry,
1992:56). Maka apabila kita menganalisa perbagai macam pendapat tentang isi
aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani
yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir
bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan
hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang
dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang
para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang
fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63).
Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini.
Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme.
Dalam
Idealisme, proses mengetahui adalah proses mengenali atau menyerupai gagasan
terpendam yang terbentuk sebelumnya dan sudah ada di dalam pikiran. Diri
manusia individual mikrokosmis dapat menemukan gagasan tentang pikiran absolut
makrokosmis di dalam pemikiran dan perasaannya sendiri. Melalui intuisi atau
introspeksi, atau kilasan singkat wawasan, diri individual itu melihat ke dalam
pikirannya sendiri dan di dalamnya menemukan salinan dari pikiran absolut.
Jadi, mengetahui pada dasarnya merupakan sebuah proses mengenali, mengingat dan
memikir-ulang gagasan yang terpendam di dalam pikiran. Dengan kata lain, yang
hendak diketahui itu sudah ada di dalam pikiran. Tugas mempelajari merupakan
tugas untuk menghadirkan pengetahuan terpendam ini ke dalam kesadaran.
Bagi
Idealis, logika dasar yang melandasi proses metafisis dan epistemologis ialah
logika hubungan antara keseluruhan dan bagian. Pikiran pada dasarnya merupakan
sebuah proses yang mengurutkan hubungan-hubungan berdasarkan logika
keseluruhan-dan-bagian. Kebenaran ada di dalam mikrokosmos, atau sang absolut;
ia merupakan suatu tatanan atau pola yang bernalar, bersistem, dan bertaut.
Tiap proposisi itu bertaut dengan proposisi yang lebih besar dan lebih
tinggi. Keseluruhan melingkupi bagian,
sedangkan bagian haruslah konsisten dengan keseluruhan. Sebagai proses
pengurut, pikiran menata gagasan, konsep, dan proposisi sesuai dengan pola
konsistensi sistematis.
Menurut
prinsip koherensi Idealis mengenai kebenaran, kebenaran itu adalah seperangkat
hubungan yang berkait erat, tertata, dan sistematis. Mengada, atau eksis,
berarti terlibat secara sistematis dalam hubungan keseluruhan-dan-bagian atau
hubungan makrokosmis-dan-mikrokosmis. Sebagai pemaham dan penata, pikiran
mencari konsistensi dan menguak inkonsistensi. Tugas pikiran adalah membangun
sebuah perspektif yang didasarkan pada keberkaitan antara bagian dengan
keseluruhan. Pikiran dunia, atau pikiran makrokosmis, memandang semesta
berdasarkan perspektif total yang menata waktu dan ruang. Pikiran individu yang
berfungsi dengan baik akan berupaya meniru pikiran semesta, karena ia berupaya
membangun perspektif yang koheren mengenai semesta. Pikiran yang konsisten
adalah yang mampu mempertautkan bagian-bagian—waktu, ruang, keadaan,
kejadian—menjadi suatu pola atau keseluruhan yang koheren. Inkonsistensi di
dalam pikiran yang terbatas terjadi ketika waktu, tempat keadaan, dan kondisi
tidak bertautan dan tidak bisa ditata menjadi suatu perspektif.
Epistemilogi
Idealis dan Proses Edukasi. Menurut prinsip epistemologi Idealis, tugas utama
pendidikan adalah membantu pembelajar mencapai keidentikan yang lebih mendasar
dan menyeluruh dengan pikiran absolut. Mempelajari adalah proses di mana
pembelajar sampai pada ungkapan atau kepahaman yang berangsur mendalam akan
kesadaran mental. Mempelajari itu merupakan perluasan kualitatif dan
kuantitatif dari diri yang dicapai melalui pengembangan diri. Pembelajar mengupayakan
kepahaman yang luas dan umum, atau perspektif mengenai semestanya.
Sebagai
proses yang sangat intelektual, mempelajari merupakan tindakan mengingat dan
mengerjakan gagasan-gagasan. Jika realitas bersifat mental, berarti pendidikan
harus menaruh perhatian pada konsep atau gagasan. Telah dijelaskan bahwa
realitas itu bersifat nonmateri dan merupakan gagasan. Pikiran, sekali lagi,
merupakan proses di mana gagasan dihadirkan ke dalam kesadaran dan ditata
menurut sebuah sistem, di mana sang bagian berkait dengan sang keseluruhan.
Dengan begitu, pikiran adalah pensistematis (systematizer).
Edukator
Idealis sangat akrab dengan kurikulum pokok bahasan di mana berbagai gagasan
atau konsep dikaitkan satu sama lain. Disiplin akademiknya berisi konsep-konsep
penting yang saling berkaitan dan yang disebut menggunakan simbol. Sebagai
contoh, sebuah kata merupakan simbol dari sesuatu. Simbol mengacu kepada, atau
menunjukkan, konsep. Mempelajari merupakan sebuah proses diri-aktif yang
berlangsung ketika pembelajar mengingat konsep yang diacu oleh simbol tersebut.
Sistem simbolik manusia merupakan desain atau struktur tertata yang berpijak
pada konsep yang ada dalam benak kita.
Menurut pandangan idealisme, nilai
ini absolut.Apa yang dikatakan baik,benar, salah, cantik, atau tidak cantik,
secara fundemental tidak berubah dari generasi ke generasi.Pada hakikatnya
nilai itu tetap.Nilai tidak diciptakan manusia melainkan merupakan bagian dari
alam semesta. Menurut Kant, Henderson mengemukakan, “Every human bing looU upon
himself as an end, that is, of value in and of Kim self.He in not, in Kioe own
eyes, valuable only as a means to sometKing; else. He has value, infinite
value, as human being”. Imperative kategoris dan imperative praktis merupakan
perlakuan dan pembuatan kemanusiaan, baik mengenai diri sendiri maupun orang
lain.
Pandanglah manusia sebagai tujuan,
bukan sebagai alat semata.Setiap manusia memandang dirinya sebagai tujuan,
sebagai nilai yang datang dan berada dalam dirinya sendiri.Ia, menurut
pandangannya sendiri, tidak dapat dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan
orang lain.Manusiamemiliki nilai dan harkat kemanusiaan yang tidak terbatas
sebagai mahkluk manusia.
Metode
yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik. Metode mengajar
dalam pendidikan hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala mendorong
berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan
keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap
isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar