Rabu, 21 Desember 2016

Filsafat idealisme dalam pendidikan



Filsafat idealisme secara umum disebut sebagai filsafat abad 19. namun sebenarnya konsep-konsep idealisme sudah ada sejak abad 4 masehi, yaitu dalam ajaran Plato, Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.

                Pada abad 19 pandangan ini kembali mendapat tempat dalam percaturan pemikiran. Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh adalah Hegel. Hegel mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya adalah Jiwa. Jiwa itulah inti dari keberadaan dunia ini. Jiwa mengambil bentuk objektif tertentu sehingga dapat di inderai dengan perantaraan dialektika. Sejarah, alam, pikiran manusia ini adalah refleksi dari Jiwa. Ini berarti Hegel berada pada posisi Idealisme Subjektif/absolut. Disamping idealisme absolut terdapat idealisme objektif. Idealisme objektif menganggap bahwa realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran manusia. Pikiran manusia menjadi penentu sebuah kebenaran. Segala sesuatu yang dapat di dinderai ini pada dasarnya hanyalah persepsi atau sensasi fisik saja, karena indera tidak mampu secara lengkap mampu memahami seluruh realitas.

Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa perbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.

Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme.

Dalam Idealisme, proses mengetahui adalah proses mengenali atau menyerupai gagasan terpendam yang terbentuk sebelumnya dan sudah ada di dalam pikiran. Diri manusia individual mikrokosmis dapat menemukan gagasan tentang pikiran absolut makrokosmis di dalam pemikiran dan perasaannya sendiri. Melalui intuisi atau introspeksi, atau kilasan singkat wawasan, diri individual itu melihat ke dalam pikirannya sendiri dan di dalamnya menemukan salinan dari pikiran absolut. Jadi, mengetahui pada dasarnya merupakan sebuah proses mengenali, mengingat dan memikir-ulang gagasan yang terpendam di dalam pikiran. Dengan kata lain, yang hendak diketahui itu sudah ada di dalam pikiran. Tugas mempelajari merupakan tugas untuk menghadirkan pengetahuan terpendam ini ke dalam kesadaran.
           
Bagi Idealis, logika dasar yang melandasi proses metafisis dan epistemologis ialah logika hubungan antara keseluruhan dan bagian. Pikiran pada dasarnya merupakan sebuah proses yang mengurutkan hubungan-hubungan berdasarkan logika keseluruhan-dan-bagian. Kebenaran ada di dalam mikrokosmos, atau sang absolut; ia merupakan suatu tatanan atau pola yang bernalar, bersistem, dan bertaut. Tiap proposisi itu bertaut dengan proposisi yang lebih besar dan lebih tinggi.  Keseluruhan melingkupi bagian, sedangkan bagian haruslah konsisten dengan keseluruhan. Sebagai proses pengurut, pikiran menata gagasan, konsep, dan proposisi sesuai dengan pola konsistensi sistematis.

Menurut prinsip koherensi Idealis mengenai kebenaran, kebenaran itu adalah seperangkat hubungan yang berkait erat, tertata, dan sistematis. Mengada, atau eksis, berarti terlibat secara sistematis dalam hubungan keseluruhan-dan-bagian atau hubungan makrokosmis-dan-mikrokosmis. Sebagai pemaham dan penata, pikiran mencari konsistensi dan menguak inkonsistensi. Tugas pikiran adalah membangun sebuah perspektif yang didasarkan pada keberkaitan antara bagian dengan keseluruhan. Pikiran dunia, atau pikiran makrokosmis, memandang semesta berdasarkan perspektif total yang menata waktu dan ruang. Pikiran individu yang berfungsi dengan baik akan berupaya meniru pikiran semesta, karena ia berupaya membangun perspektif yang koheren mengenai semesta. Pikiran yang konsisten adalah yang mampu mempertautkan bagian-bagian—waktu, ruang, keadaan, kejadian—menjadi suatu pola atau keseluruhan yang koheren. Inkonsistensi di dalam pikiran yang terbatas terjadi ketika waktu, tempat keadaan, dan kondisi tidak bertautan dan tidak bisa ditata menjadi suatu perspektif.
                       
Epistemilogi Idealis dan Proses Edukasi. Menurut prinsip epistemologi Idealis, tugas utama pendidikan adalah membantu pembelajar mencapai keidentikan yang lebih mendasar dan menyeluruh dengan pikiran absolut. Mempelajari adalah proses di mana pembelajar sampai pada ungkapan atau kepahaman yang berangsur mendalam akan kesadaran mental. Mempelajari itu merupakan perluasan kualitatif dan kuantitatif dari diri yang dicapai melalui pengembangan diri. Pembelajar mengupayakan kepahaman yang luas dan umum, atau perspektif mengenai semestanya.

Sebagai proses yang sangat intelektual, mempelajari merupakan tindakan mengingat dan mengerjakan gagasan-gagasan. Jika realitas bersifat mental, berarti pendidikan harus menaruh perhatian pada konsep atau gagasan. Telah dijelaskan bahwa realitas itu bersifat nonmateri dan merupakan gagasan. Pikiran, sekali lagi, merupakan proses di mana gagasan dihadirkan ke dalam kesadaran dan ditata menurut sebuah sistem, di mana sang bagian berkait dengan sang keseluruhan. Dengan begitu, pikiran adalah pensistematis (systematizer).

Edukator Idealis sangat akrab dengan kurikulum pokok bahasan di mana berbagai gagasan atau konsep dikaitkan satu sama lain. Disiplin akademiknya berisi konsep-konsep penting yang saling berkaitan dan yang disebut menggunakan simbol. Sebagai contoh, sebuah kata merupakan simbol dari sesuatu. Simbol mengacu kepada, atau menunjukkan, konsep. Mempelajari merupakan sebuah proses diri-aktif yang berlangsung ketika pembelajar mengingat konsep yang diacu oleh simbol tersebut. Sistem simbolik manusia merupakan desain atau struktur tertata yang berpijak pada konsep yang ada dalam benak kita.

            Menurut pandangan idealisme, nilai ini absolut.Apa yang dikatakan baik,benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundemental tidak berubah dari generasi ke generasi.Pada hakikatnya nilai itu tetap.Nilai tidak diciptakan manusia melainkan merupakan bagian dari alam semesta. Menurut Kant, Henderson mengemukakan, “Every human bing looU upon himself as an end, that is, of value in and of Kim self.He in not, in Kioe own eyes, valuable only as a means to sometKing; else. He has value, infinite value, as human being”. Imperative kategoris dan imperative praktis merupakan perlakuan dan pembuatan kemanusiaan, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain.

            Pandanglah manusia sebagai tujuan, bukan sebagai alat semata.Setiap manusia memandang dirinya sebagai tujuan, sebagai nilai yang datang dan berada dalam dirinya sendiri.Ia, menurut pandangannya sendiri, tidak dapat dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan orang lain.Manusiamemiliki nilai dan harkat kemanusiaan yang tidak terbatas sebagai mahkluk manusia.


Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik. Metode mengajar dalam pendidikan hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar