Eksistensialisme
sebagai filsafat sangat menekankan individulitas dan pemenuhan diri secara
pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia
bertanggungjawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun
Pribadi (1671) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan sangat erat
dengan pendidikan karena keduanya bersinggungan satu sama lain pada
masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia,
hakikat kepribadian, dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan
eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya
dilakukan oleh manusia.
Kehidupan ini penuh dengan berbagai pelaksanaan kebiasaan dan pengulangan
kegiatan secara rutin dari hari ke hari yang berlangsung tertib. Di dalam
kebiasaan dan kegiatan yang dilakukan secara rutin itu, terdapat nilai-nilai
atau norma-norma yang menjaditolak ukur tentang benar tidaknya sesuatu yang dilakukan
oleh seseorang. Norma-norma itu terhimpun menjadi aturan yang harus dipatuhi,
karena setiap penyimpangan atau pelanggaran, akan menimbulkan keresahan,
keburukan dan kehidupan pun berlangsung tidak efektif atau bahkan tidak
efisien. Dengan demikian berarti manusia dituntut untuk mematuhi berbagai
ketentuan atau harus hidup secara berdisiplin, sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakatnya.
Peserta didik sejak dini harus dikenalkan dengan nilai-nilai yang mengatur
kehidupan manusia, yang berguna bagi dirinya masing-masing agar berlangsung
tertib, efisien, dan efektif. Dengan kata lain setiap pesrta didik harus
dibantu hidup secara disiplin, dalam arti mau dan mampu mematuhi atau mentaati
ketentuan yang berlaku dilingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negaranya.
Hakekat pendidikan menurut eksistensialisme dalam pendidikan adalah
menghendaki agar pendidikan selalu melibatkan peserta didik dalam mencari
pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing dan menemukan jati
dirinya, karena masing-masing individu adalah makhluk yang unik dan bertanggung
jawab atas diri dan nasibnya sendiri.lalu metode yang digunakannya adalah untuk
mendorong siswa mengikuti proyek-proyek yang membantu mereka untuk
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang di perlukan.
Eksistensialisme berpendapat bahwa pelajar adalah individu yang dapat
mengembangkan potensinya masing-masing untuk mencapai jati dirinya. Sedangkan
pengajar adalah pembimbing dan stimulator berfikir reflektif melalui panggilan
pertanyaan-pertanyaan, bukan memberi intruksi, memiliki kejuruan ilmiah,
integritas, dan kreatifitas serta figure yang tidak mencampuri perkembangan
minat dan bakat siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar