Wilayah
Timur dari pusat pengkajian kebudayaan tepatnya di kota Antioch di Suriah
banyak menjadi tempat pelarian para pemikir sebagai efek terjadinya peperangan
di Laut Tengah. Di Antioch terdapat sebuah sekolah bernama Edessa yang
merupakan pusat dari pengembangan pemikiran Yunani yang eksistensinya dapat
terjaga sampai abad VII. Di Kota Edessa terdapat sebuah wilayah bernama Harran
yang menjadi wadah untuk menyebarkan ilmu-ilmu Yunani bagi orang-oprang Arab. Sedangkan
perkembangan di wilayah Timur yang lain, yaitu Jundisyapur juga menjadi tempat
pelarian bagi para filsuf Yunani karena wilayah Edessa ditutup atas perintah
dari Kaisar Byzantium karena dinilai bertentangan dengan ajaran kristen. Jadi.
Kegiatan filsafat berpindah dari Yunani ke Jundisyapur, dan dimulailah
penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Persia. Pada masa Khulafa Rasyidun
Filsafat Yunani memang belum dapat berkembang karena masih terfokus pada
ekspansi. Begitu pula pada masa Umayyah, terlebih lagi Umayyah justru banyak
mendominasi kebudayaan Arabnya. Namun, pada masa Umayyah sebenarnya sudah ada
upaya penerjemahan, tapi tidak dapat berkembang dan berjalan karena lebih fokus
pada politik. Pada masa Ummayah sudah ada upaya untuk melakukan penerjemahan
buku yang disponsori Khalifah Khalid ibn Yazid, buku yang diterjemahkan
berkaitan dengan keperluan hidup praktis, seperti kimia. Kemudian masa Umar ibn
Abd al-Aziz juga melakukan penerjemahan buku-buku kedokteran, kimia, dan
geometri. Riwayat lain mengatakan penerjemahan dimulai masa Khalifah Marwan ibn
Hakam tentang ilmu kedokteran. Lalu di simpan di perpustakaan negara sampai
Umar ibn Abdul Aziz naik tahta.
Golongan
yang banyak tertarik kepada Filsafat Yunani adalah kaum Mu’tazilah, Abu al-Huzail,
al-Nazzam, al-Jahiz, al-Jubba’i yang pengaruhnya dapat dilihat dari
pemikiran-pemikiran teologi mereka. Filsafat Yunani baru mendapat perhatian
pada masa Abbasiyah. Terlebih lagi pusat pemerintahan dipegang oleh orang-orang
Persia, seperti keluarga Baramikah yang sudah lebih dulu mempelajari kebudayaan
Yunani.[16]Tepatnya pada masa al-Ma’mun. Pada masanya penerjemahan benar-benar
dilakukan secara serius dan besar-besaran. Al-Ma’mun dikenal sebagai orang yang
sangat mencintai ilmu pengetahuan. Dalam upayanya melakukan penerjemahan, ia
mengutus utusan keseluruh Byzantium untuk mencari naskah atau buku-buku
mengenai ilmu apa saja untuk dibawa ke Baghdad. Termasuk karya Aristoteles dan
Plato. Penerjemahan tidak hanya menerjemahkan bahasa Yunani, tetapi juga
berbahasa Persia dan bahasa Suryani.
Al-Ma’mun
mendirikan Bait al-Hikmah sebagai wadah untuk penerjemahan yang dipimpin oleh
Hunain Ibn Ishak, ia merupakan orang Nasrani yang ahli bahasa Yunani, ia
dibantu oleh Yahya ibn Masawaih, Sabit ibn Qurra, Qusta ibn Lukas al-Ba’labaki,
Ishaq ibn Hunain, dan lain-lain. Bait al-Hikmah tidak saja menjadi penerjemah,
tapi juga sebagai pusat pengembangan filsafat dan sains. Pusat pengembangan
ilmu pengetahuan tidak hanya di Baghdad, tetapi juga di kota Marwa (Persia Tengah)
(menerjemahkan buku dalam bidang matematika dan astronomi), Jundisyapur
(menerjemahkan buku yang menyangkut obat-obatan dan kedokteran) dan Haran
(menerjemahkan buku filsafat dan kedokteran).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar