Rabu, 21 Desember 2016

Sejarah perkembangan filsafat barat pada periode modern dan kontemporer


A.      Periode Modern
Filsafat Islam/Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat  Islam/Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Dalam bidang filsafat, zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi lahan subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup yang kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya yang lebih jelas. Jadi, zaman modern filsafat didahului oleh zaman renaisans. Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan pada filsafat modern. Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.
Pada abad ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa tokoh besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi penekanan pada empiri.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran rasionalisme.
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
                                                                       
B.       Periode Kontemporer
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer,  Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Filsafat Barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat modern, hal ini dapat terungkap dalam  istilah  dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Tokoh-tokoh besar banyak bermunculan pada  abad XX ini seperti Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Nietzsche adalah tokoh pertama yang sudah menyatakan ketidak puasannya terhadap dominasi atau pendewaan rasio pada tahun 1880an.
Jadi menurut tokoh pertama filsafat dekontruksi adalah Nietzsche. Dengan alasan pada tahun 1880an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di ambang kehancuran karena terlalu mendewakan rasio, kemudian baru tahun 1990 Capra juga mengatakan demikian.
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi menurut Ahmad Tafsir karena ia Filsafat yang keliru dan  juga keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi hancur. Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia. Mencerminkan kelemahan manusia modern. Akibatnya timbullah kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga manusia modern yang mewarisi sikap positivistic cenderung menolak keterkaitan antara substansi jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi dan sebagai konsekuensinya lahirlah trauma kejiwaan dan ketidak stabilan hidup.
Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli di bidang Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme.
Filsafat berasal dari Griek berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan), tahu dengan mendalam, hikmah. Filsafat menurut term :  ingin tahu dengan mendalam (cinta pada kebijaksanaan) Menurut Ciceros (106-43 SM), penulis Romawi orang yang pertama memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”, Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia. Tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu,  maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan.
Menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ”Filo” artinya cinta dalam arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang diinginkannya. ”Sofia” artinya kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam.
Orang yang berfilsafat dinamakan filosof  dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang, ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan alam, karakteristiknya berfikir filsafat yang pertama adalah menyeluruh, yang kedua mendasar. [5]Filsafat pada abad Yunani Klasik atau biasa disebut filsafat kuno senantiasa membahas tentang kosmologi yaitu terbentuknya alam semesta dari mana mereka berasal. selanjutnya filsafat abad pertengahan atau biasa disebut dengan skolastik  sangat berbeda dengan pemikiran sebelumnya hal ini disebabkan karena rumpun bangsa yang berfilsafat sangat berbeda, dalam filsafat abad pertengahan ini manusia mencoba mempersatukan secara harmonis apa yang diketahui dari akal dengan apa yang diketahuinya dari wahyu dengan demikianlah timbul sistem pandangan dunia kristen yang rangkap, dimana iman dan ilmu pengetahuan mendapatkan tempatnya masing-masing,  semakin lama doktrin kristen makin membelenggu kehidupan manusia di jaman itu sehingga semakin membatas.
Selanjutnya dalam perjalanan sejarah filsafat barat menunjukkan bahwa makin lama filsafat itu makin terpecah-pecah menjadi filsafat jerman, filsafat Prancis,  filsafat Inggris, Filsafat Amerika dan filsafat Rusia. mereka mengikuti jalannya sendiri-sendiri masing-masing membentuk kepribadian dengan caranya sendiri sekalipun demikian mereka tetap menampakkan suatu kesatuan. Sebab bermacam-macam pemikiran yang dikemukakan pada bangsa itu sebenarnya hanya mewujudkan aspek yang bermacam-macam dari satu keadaban.
Filsafat Kontemporer muncul diawali sikap ingin mendobrak teori Filsafat Modern yang menggunakan keuniversalitasan kebenaran tunggal dan bebas nilai. Oleh sebab itu salah satu ciri yang terdapat dalam Filsafat Kontempoter ini mengagungkan nilai-nilai relatifitas dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam pemikiran.
Ciri filsafat Kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern yang semakin melenceng, pemikiran Kontemporer ini berusaha mengkritik Logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama, perkembangan Filsafat kontemporer  berada dalam dua jalur yakni filsafat Holistic dan filsafat dekonstruksi.
1.        Aliran-Aliran dalam Filsafat Barat Kontemporer
a. Pragmatisme
Di Amerika Serikat aliran Pragmatisme mendapat tempatnya yang tersendiri didalam pemikiran filsafat, William James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan pragmatisme kepada dunia. Aliran Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini menganggap benar apa yang akibat-akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi patokan dari pragmatisme adalah bagaimana dapat bermanfaat dalam kehidupan praktis.  Dan pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan. Kebenaran mistis pun dapat diterima asalkan bisa bermanfaat secara praktis.
b. Vitalisme
Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik di awal abad XX mengakibatkan perkembangan industrialisasi yang cepat pula, sehingga menjadikan segala pemikiran diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi saja, baik jagad raya, maupun manusia dipandang sebagai mesin yang terdiri dari banyak bagian yang masing-masing menempati tempatnya sendiri-sendiri. Serta bekerja menurut hukum yang telah ditentukan bagi masing-masing bagian itu.
Aliran Vitalisme memandang bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul dari reaksi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi. Dimana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
c. Fenomenologi
Kata Fenomenologi berasal dari Yunani fenomenon yang artinya sesuatu yang tampak,  terlihat karena bercahaya, dalam bahasa Indonesia disebut”gejala”. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan segala sesuatu selama hal itu tampak. Pelopor aliran ini adalah Edmund Husserl.
d. Eksistensialisme
Kata Eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan) jadi eksistensialisme dapat diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Ia dapat meragukan segala sesuatu hal yang pasti yaitu bahwa dirinya ada. Eksistensialisme adalah aliran Filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, Eksistensi sendiri merupakan cara berada manusia di dunia, dan cara ini berbeda dengan cara berada makhluk-makhluk lainnya. Benda mati atau hewan tidak sadar akan keberadaannya tetapi manusia menyadari keberadaannya, manusia sadar bahwa dirinya sedang bereksistensi oleh sebab itu segala sesuatu berarti selama menyangkut dengan manusia, dengan kata lain manusia memberikan arti pada segalanya, manusia menentukan perbuatannya sendiri, ia memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi.
Dalam teori ini berpandangan bahwa manusia adalah eksistensinya mendahului esensinya (hakikat), dan sebaliknya benda-benda lain esensinya mendahului eksistensinya, sehingga manusia dapat menentukan diri sendiri menurut proyeksinya sendiri, hidupnya tidak ditentukan lebih dulu, sebaliknya benda-benda lain bertindak menurut esensi atau kodrat yang memang tak dapat dielakkan.
e. Filsafat Analitis
Aliran Filsafat Analitis ini pertama muncul di Inggris dan Amerika serikat sejak tahun 1950, Filsafat analitis sering juga disebut filsafat bahasa, filsafat ini merupakan reaksi dari idealisme, khususnya neohegelianisme di inggris. Para penganutnya menyibukkan diri dengan analisis bahasa dan konsep-konsep.
f. Strukturalisme
Strukturalisme muncul di Prancis pada tahun 1960an, dan dikenal juga dalam linguistic, psiatri dan sosiologi, strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap, maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
g. Postmodernisme

Aliran Post Modernisme ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya, pengertian postmodern bukan sesuatu yang baru dalam filsafat Lyotard menjadi orang pertama yang menngintroduksikan istilah ini ke dalam filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar