Aliran filsafat
realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik
dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
1.
Metafisika-realisme;
Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme);
kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari
berbagai kenyataan (pluralisme);
2.
Humanologi-realisme;
Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah
organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir
3.
Epistemologi-realisme;
Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan
manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat
diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan
dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta;dan
4.
Aksiologi-realisme;
Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu,
dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau
adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Dalam
hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai
sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada
tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang
sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang.
Oleh
karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia
tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu,
pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis
pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam
pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan
pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan
kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah
bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap
minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan
pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa akan pikiran jiwa manusia
tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian
menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu
pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk
membentuk setiap individu agar mereka menjadi
sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan
dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi
behavioristik kedalam ruang pengajaran. (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011:
143).
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan
isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang
didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan
dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak
mempelajari keadaan mental.
Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme
terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan
untuk memprediksi perilak seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian
internal lain dalam diri orangtersebut. Fokus behaviorisme adalah
respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh
kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical
conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons),
Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan B.F. Skinner
dengan teorinya yang disebut operant conditioning.
Dalam kaitannya dengan hakikat nilai, realisme menyatakan
bahwa standar tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan
Pendidikan dalam pandangan realisme adalah proses perkembangan intelegensi,
daya kraetif dan sosial individu yang mendorong pada terciptanya kesejahteraan
umum. Pendidikan yang berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R.
Dengan demikian pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan
tingkah laku oleh lingkungan
Menurut alairan realisme murid adalah yang
mengalami inferiorisasi berlebih sebab dia dipandang sama sekali tidak
mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan.
Disini dalam pengajaran setiap siswa akan subjek tidik tak berbeda
dengan robot, ia mesti tunduk dan patuh setunduk-tunduknya untuk diprogram dan
mengerti materi-materi yang telah di tetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki
proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam
nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka
mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk
model pendidikan dalam hal ini cenderung banyak dikendalaikan.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan
hidup yang terarah dalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat
mekanistik. Meskipun tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik
buruk, apa yang diterapkan oleh realisme dalam ruang
pendidikan melahirkan berbagai hal kemudian menuai banyak kecaman
sebab dinilai telah menjadi penyebab dehumanisasi (Wangsa Gandhi HW, Teguh.
2011: 143-144).
Menurut Power
(1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan:
penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
2.
Kurikulum:
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis;
3.
Metode:
Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya
harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah
metode pokok yang digunakan;
4.
Peran
peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam
hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar.
Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik;
5.
Peranan
pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan
dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar